mari bersama membangun gerakan .: MK Diminta Tidak Kabulkan Judicial Review MFI
KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR2008

Jumat, 22 Februari 2008

MK Diminta Tidak Kabulkan Judicial Review MFI

Minggu, 10-02-2008 | 04:00:00
SAMARINDA, TRIBUN- Menyikapi pengajuan peninjauan kembali (Judicial Review) Masyarakat Film Indonesia (MFI) terhadap UU No 8 tahun 1992 tentang Perfilman yang mulai disidangkan di Mahkamah Konstitusi (MK) 9 Januari 2008 lalu, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kaltim menggelar diskusi membahas dampak kerusakan moral bangsa jika tuntutan MFI untuk meniadakan Lembaga Sensor Film (LSF) yang diatur dalam PP No 7 tahun 1994 diterima MK.

Diskusi yang berlangsung di gedung Ikatan Alumni Unmul, Sabtu (9/2), menghadirkan pengamat hukum yang juga Anggota Komisi IV DPRD Agus Santoso, Ketua Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Kaltim Haerul Akbar, dan Ketua Umum Kammi Daerah Kaltim Gunawan.

Dalam diskusi yang dihadiri belasan peserta itu Agus Santoso mengatakan, masyarakat nantinya bisa mengajukan Judicial Review jika keberatan dengan keputusan MK yang menerima Judicial Review MFI.

"Kalau MK nanti menyetujui Judicial Review MFI yang meniadakan LSF dan kita keberatan, kita bisa ajukan Judicial Review lagi karena itu hak asasi," ujar Agus.

Sementara itu, Haerul Akbar menuturkan sensor tayangan yang dilakukan LSF merupakan salah satu ketentuan penyiaran dalam Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). Ia berpendapat peninjauan kembali ini bisa berdampak positif jika MK mengubah LSF dengan lembaga baru yang punya kewenangan yang sama untuk menyensor tayangan. Namun jika PP tentang penyensoran dan LSF dihapus begitu saja, maka bangsa Indonesia bisa mengalami kerusakan moral.

Dalih hak atas kebebasan berkreativitas MFI, kata Haerul, juga bisa berbenturan dengan hak masyarakat untuk mendapat informasi yang positif dan mendidik. Dalam pertemuan beberapa waktu lalu dengan KPID se-Indonesia serta KPI Pusat, lanjutnya, diperlihatkan adegan film Indonesia yang disensor oleh LSF. "Luar biasa. Adegannya lebih dibanding adegan film barat yang biasa kita tonton," ujarnya.

Hal tersebut, tandas Haerul, menjadi salah satu pertimbangan KPI untuk menolak dihapusnya UU dan PP yang mengatur tentang sensor film di Indonesia. "KPID Kaltim meminta MK tidak kabulkan Judicial Review MFI," ujarnya. (asi)

Bergeser dari Tujuan Film

PENGHAPUSAN sensor tayangan layar lebar dan layar kaca menurut Ketua KAMMI Kaltim, Gunawan, bisa menggeser tujuan keberadaan film sebagai sarana pelestarian budaya dan meningkatkan kecerdasan bangsa.

Gunawan menilai, film bukan hanya persoalan seni, melainkan berperan menyebarluaskan nilai- nilai edukasi dalam membentuk karakteristik masyarakat. Peniadaan lembaga sensor tentu berdampak negatif. "Bisa membuat runtuhnya nilai moral yang ada di masyarakat," ujarnya.

Mengenai tawaran MFI mengganti LSF dengan lembaga klasifikasi film, Haerul Akbar menilai, masih sulit membatasi film yang masuk ke tayangan bioskop dan televisi dengan menggunakan sistem klasifikasi film berdasarkan pendekatan usia. "Tapi ini masih menjadi perdebatan," tambahnya.(asi)



Tidak ada komentar: