mari bersama membangun gerakan .: Perempuan Diminta Ikut Berpolitik
KESATUAN AKSI MAHASISWA MUSLIM INDONESIA DAERAH KALIMANTAN TIMUR2008

Senin, 10 Maret 2008

Perempuan Diminta Ikut Berpolitik

Senin, 10-03-2008 | 04:00:00
SAMARINDA, TRIBUN-Mencoba membuka wawasan kaum perempuan, khususnya dalam memandang politik, Kemuslimahan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kalimantan Timur (Kaltim) menggelar diskusi kontemporer bertajuk Peran Perempuan dalam Pilgub Kaltim 2008 di Aula Bappeda Kaltim, akhir pekan kemarin.

Pembicaranya Yeni Lestari dari KAMMI Pusat dan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Kaltim Elvyani NH Gaffar, serta diikuti oleh puluhan perempuan. Kedua pembicara mengakui bahwa, partisipasi perempuan dalam politik, khususnya yang duduk di kursi legeslatif masih jauh dari harapan.

Padahal dari data Pemilu 2004 lalu terdaftar 147 juta pemilih, 51 persen adalah perempuan. Dengan kata lain 74.970.000 adalah pemilih perempuan. Jumlah angka pemilih potensial yang sangat besar.

Yang tidak dapat dipungkiri bahwa sejak dulu sampai sekarang perempuan seringkali dijadikan sebagai alat politik oleh banyak pihak. Baik itu sebagai alat politik dagang bagi para pengusaha dengan menjadikannya sebagai model iklan sebuah produk, maupun melakukan lobi-lobi bisnis. Bahkan perempuan juga dijadikan alat politik kekuasaan serta komoditas politik ketika partai ataupun calon kepala negara atau daerah berkampanye," kata Ketua Kemuslimahan KAMMI Kaltim, Heldawati.

Salah satu langkah agar peran tersebut dapat dioptimalkan menurut Heldawati adalah dengan menciptakan kemandirian politik perempuan dalam proses pengambilan keputusan politik. Hal ini dapat terwujud dengan penyebaran pengetahuan dan pemahaman politik terhadap kaum perempuan.

"Sehingga kaum perempuan tidak lagi menyambut demokrasi ini dengan jiwa skeptis, memiliki pendirian yang tidak goyang oleh intervensi pihak lain ataupun mengabaikan haknya dan lebih memilih golput serta melihatnya sebagai partisipasi pasif dalam berpolitik," tuturnya.

Menurut dia, dalam tataran individu, perempuan memiliki kekebasan berpolitik yang sama dengan independensi berpolitik laki-laki. Misalnya, sama-sama punya hak suara untuk memilih partai atau pemimpin. Dengan asas Luber (langsung umum bebas dan rahasia), seorang gadis dapat menentukan sendiri pilihannya tanpa harus didikte oleh ayahnya, dan seorang istri punya kebebasan menggunakan hak suara tanpa ada intervensi suami.

Melihat realitas tersebut, kaum hawa dituntut mempunyai pemahaman yang baik terhadap kehidupan politik. Ini dibutuhkan untuk mengimbangi hak suara yang telah mereka peroleh. Sebab tanpa pengetahuan dan pemahaman yang baik, siapapun akan mudah tertipu dan rentan salah dalam menyalurkan aspirasi politik.

"Dan dalam tataran pemilihan gubernur Kaltim 26 Mei nanti, kami berharap perempuan Kaltim dapat mengambil peran," ujarnya. Dengan penyebaran pengetahun dan pemahaman politik yang benar, mereka dapat meng-counter jika dijadikan alat politik yang hanya untuk tujuan kekuasaan semata.

"Sehingga demokrasi bukan sebuah proses pembodohan terhadap kaum perempuan, dan tak ada lagi kaum hawa yang rela menjual hak suaranya untuk kepentingan partai hanya karena materi yang ditawarkan," kata Heldawati. (mei)
Masih Banyak yang Apatis

MESKI kuota 30 persen di legeslatif tersedia bagi perempuan tersedia, namun hingga kini belum termanfaatkan secara maksimal. "Jumlah perempuan yang duduk di legeslatif masih sangat sedikit. Ini karena perempuan kita banyak yang apatis. Padahal, kuota 30 persen tersebut, yang memperjuangkan adalah perempuan. Tapi, justru tidak dimanfaatkan secara baik oleh perempuan sendiri," kata Yeni Lestari dari KAMMI Pusat, saat diskusi komtemporer Peran Perempuan dalam Pilhub Kaltim 2008 yang digelar KAMMI Kaltim, akhir pekan kemarin.

Secara blak-blakan Yeni mengakui bahwa hingga kini persepsi bahwa perempuan hanya layak mengurusi masalah dapur, sumur dan kasur masih sangat dominan. Untuk itulah perempuan harus mengubah pola pikirnya menjadi lebih maju dan terbuka yang akhirnya bermanfaat untuk kemaslahatan umat.

"Masalahnya sekarang apakah kita kaum perempuan mau keluar? Jangankan bicara 30 persen, 50 persen pun bisa kita raih jika kita mengubah mindset kita. Kita bisa seperti Sudan yang memiliki 50 persen perempuan di kursi legelstiaf. Banyak daerah-daerah sensitif gender yang belum disentuh dan di sinilah peran kita," tuturnya. (mei)

Tidak ada komentar: